Ketika Senyum Pasien Sembuh dari COVID-19 Jadi Penyemangat Pahlawan Kesehatan

 

 

Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan tiap 10 November. Hari Pahlawan selaku peristiwa ingat serta kenang kembali layanan pahlawan yang sudah berusaha merampas serta menjaga kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.

Pada waktu itu, beberapa pahlawan mengusung senjatanya untuk perjuangkan kemerdekaan. Pada periode sekarang, figur pahlawan tidak harus mengusung senjata. Figur pahlawan saat ini mempunyai makna lebih luas, tapi mempunyai nilai-nilai kepahlawanan yang pokoknya bisa berguna untuk sama-sama.

Tentang hal nilai-nilai kepahlawanan yang bisa diteladani dengan ikhlas berkorban, tidak mudah menyerah, senang membantu, bergotong-royong serta yang lain. Nilai-nilai kepahlawanan itu yang perlu dipupuk dari sejak awal kali.

Pada 2020, peristiwa Hari Pahlawan berlainan dari beberapa tahun awalnya. Kesempatan ini warga dunia terhitung Indonesia hadapi lawan yang tidak nampak yakni virus corona baru (Sars-CoV-2) yang mengakibatkan COVID-19. Seluruh pihak berjibaku untuk menahan penebaran COVID-19.

Terhitung dokter yang sebagai garda paling depan untuk perlakuan COVID-19 sepanjang wabah. Pada peristiwa hari pahlawan ini, dokter termasuk juga pahlawan kemanusiaan yang menolong perlakuan COVID-19.

Salah satunya tenaga kesehatan yang sempat tangani pasien COVID-19 yakni dr Makhyan Jibril. Pria yang sebagai jubir Satuan tugas Perlakuan COVID-19 Jawa Timur (Jawa timur) ini sepanjang tiga bulan akhir menjaga pasien COVID-19 bersama sama dokter lain yakni dokter paru, penyakit dalam serta anestesi.

Dokter Jibril mengaku saat awalnya wabah COVID-19 berlangsung ada hati takut. Ini ingat pengetahuan masalah COVID-19 terbatas. Dokter Jibril menjelaskan, waktu itu belum mengetahui bagaimanakah cara penjagaan yang efisien serta langkah menyembuhkan COVID-19.

“Apa lagi dahulu pasien COVID-19 awal mula di Surabaya yang masuk telah pada keadaan berat dengan ventilator. Hingga jika sampai ketularan saya kemungkinan tidak paham harus melakukan perbuatan apa,” tutur ia waktu dikontak Liputan6.com, dicatat Rabu (11/11/2020).

Di lain sisi, pekerjaan yang diemban dokter Jibril adalah panggilan kemanusiaan selaku tenaga medis serta profesionalisme.

“Kita tidak tega tinggalkan pasien. Ya pada akhirnya sekalian jalan, sekalian belajar, sekalian mempersiapkan alat pelindung diri sebagus-baiknya,” katanya.

Pria alumnus Fakultas Kedokteran Kampus Brawijaya ini akui belajar terus-terusan serta dialog dengan beberapa pakar di Indonesia serta luar negeri. Jibril menjelaskan, pengetahuan mengenai COVID-19 terus diperbarui tiap hari.

Jibril menjelaskan, ketakutan pada awal wabah sebab belum mengenali lawan tidak nampak yakni COVID-19. Sesudah mengenali bagaimanakah cara menahan COVID-19, Jibril akui jadi terlatih.

“Lalu saat saya sendiri sudah menunjukkan jika saya sendiri belum pernah terjangkit sebab taat gunakan masker walau seringkali satu ruang dengan pasien positif COVID-19. Alhamdulilah semakin lama bertambah tenang serta terlatih,” papar ia.

Dokter Jibril bercerita senang serta duka sepanjang wabah ini. Jibril suka saat menyaksikan pasien COVID-19 tersenyum saat hasil test seka COVID-19 negatif. Hal tersebut sesudah menunggu beberapa hari.

“Keceriaan yang tampil di wajah mereka saat itu juga hilangkan capek beberapa tenaga medis yang menjaga mereka,” katanya.

Dia menambah, saat berjumpa beberapa penyintas COVID-19 benar-benar mengucapkan syukur serta semangat menolong menantang COVID-19.

“Kami setiap minggu bersama beberapa survivor COVID-19 keliling kota serta kabupaten di Jawa Timur untuk membagi-bagi masker, lakukan edukasi serta kampanye menantang stigma karena COVID-19,” tutur ia.

Di lain sisi, pria alumnus S2 Healthcare Management and Entrepreneurship di University College London berduka saat berjumpa pasien yang tiba pada keadaan telat sebab takut untuk dicheck dari awalnya, bahkan juga menyanggah.

“Keadaannya telah berat serta susah untuk tertolong, sesaat perlengkapan serta tehnologi kita masih tetap terbatas. Kita cuman dapat mengusahakan sebaik-baiknya dengan keadaan yang ada,” katanya.

Disamping itu, Jibril menjelaskan, dalam masyarakat ada banyak beberapa survivor COVID-19 yang diasingkan dalam masyarakat. “Ada yang ditendang dari kampungnya, ada pula yang diberhentikan dari tempat kerjanya,” tutur ia.

Jibril sayangkan stigma yang berlangsung pada pasien COVID-19 dalam masyarakat. Hal tersebut memperberat pasien.

Sepanjang bekerja bereskan pasien COVID-19, pria yang hoby menulis serta travelling ini menyaksikan hal memikat waktu awalnya wabah. Saat awalnya wabah, COVID-19 cuman dipandang penyakit paru saja hingga konsentrasi perawatan pada paru-paru. Jibril menjelaskan, COVID-19 bukan hanya menyerbu paru, dan juga jantung, pembuluh darah serta organ lain.

“Banyak beberapa kasus penggumpalan darah pada pembuluh darah COVID-19. Pada akhirnya menyembuhkannya jadi semakin kompleks,” kata dokter yang lagi pengajaran specialist jantung serta pembuluh darah di FK Kampus Airlangga.

Dia menambah, belum juga saat pasien ada yang terlihat sehat saja pada awal, waktu dilihat rupanya alami bahagia hypoxia.

“Oksigennya telah turun 80 %, tetapi ia tidak berasa. Mengakibatkan pasien dapat lebih buruk secara cepat setiap saat,” katanya.

Jibril menjelaskan, waktu hadapi wabah COVID-19 benar-benar semangat turun naik. Namun, dia akan kembali lagi semangat saat mendapati pengetahuan baru yang pada akhirnya berguna agar bisa percepat kesembuhan pasien.

Namun, dia berduka saat banyak mitra serta rekanan sepekerjaan dokter yang luruh di medan perang. “Apa lagi Juli saat pucuk-puncaknya banyak dokter yang wafat di Jawa Timur,” papar ia.

Sepanjang bekerja waktu wabah COVID-19, peristiwa tidak terlewatkan untuk dokter Jibril, diantaranya saat Jawa Timur sukses bebas dari zone merah.

“Serta memperoleh sanjungan dari Presiden Joko Widodo selaku salah satunya propinsi percontohan dalam tangani COVID-19,” katanya.

Jibril menjelaskan, trend masalah COVID-19 di Jawa Timur sempat naik terus. Bahkan juga sampai melewati Jakarta pada Juni-Juli 2020.

“Sepanjang enam bulan Jawa Timur belum pernah terlepas dari zone merah, penebaran benar-benar tidak teratasi. Walau sebenarnya di team gugusan pekerjaan COVID-19 Jawa Timur bersama-sama dengan ibu gubernur kita telah setiap hari pulang minimum jam 11 malam,meeting, serta kerja setiap hari sampai rasa-rasanya capek sekali, tetapi hasilnya belum memberikan kepuasan,” tutur ia.

Dokter Jibril menjelaskan, saat Perda 2/2020 ditetapkan serta operasi yustisi digerakkan dengan masif untuk pastikan prosedur kesehatan diaplikasikan secara baik jadi peristiwa tidak terlewatkan.

“Terlihat penebaran masalah COVID-19 mulai turun. Sesudah lebih kurang ada dua juta warga Jawa Timur yang sudah ditindak karena pelanggaran prosedur kesehatan, alhamdulilah masalah turun serta Jawa Timur mulai terlepas dari zone merah,” katanya.

Dia menjelaskan, ini seperti titik balik untuk dianya serta team yang pada akhirnya pahami jika keteguhan dalam implementasi prosedur kesehatan salah satunya jalan keluar yang cukup efisien terutamanya untuk warga Jawa Timur. Ini khususnya dalam mendesak penebaran COVID-19.

Robot Medical Assistant ITS Airlangga, atau yang sekarang dikatakan sebagai Raisa, siap dioperasionalkan untuk bereskan Pasien Covid-19. Robot Raisa sanggup berkomunikasi 2 arah hingga sanggup berhubungan semestinya manusia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!