Tiga Pahlawan yang Terlibat Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Hari Pahlawan nasional diperingati tiap 10 November. Penentuan Hari Pahlawan 10 November itu tercatat dalam Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 yang ditandatangani oleh Presiden Pertama RI Ir Soekarno.
Penentuan hari pahlawan ini tercetus dari pertarungan Surabaya 1945. Peringatan hari pahlawan ini untuk menghargai beberapa pahlawan yang luruh waktu pertarungan pada 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur.
Waktu itu, arek-arek Surabaya menantang tentara sekutu serta pasukan NICA. Pertarungan 10 November itu diantaranya dipacu tewasnya Brigadir Jenderan Mallaby. Waktu itu tentara sekutu dimpin oleh Jenderal Mallaby yang tiba ke Surabaya pada Oktober 1945.
Jenderal Mallaby meninggal pada 30 Oktober 1945, serta diperhitungkan bersamaan baku tembak dari tentara sekutu serta beberapa pejuang Indonesia. Kejadian itu memaksakan Letnan Jenderal Christianson, komandan pasukan sekutu di AFNEI memberi teguran keras pada Indonesia, khususnya pejuang yang berada di Surabaya.
Letnan Jenderal Christinson mengirim semua seksi infanteri kelima komplet dengan perlengkapan tank ke Surabaya, faksinya siap menyerbu Surabaya dari darat, laut serta udara.
Pemerintahan pusat yang berkedudukan di Jakarta memberikan keputusan seutuhnya ke pemda Jawa Timur. Keputusan paling akhir ada pada tangan Gubernur Suryo. Keputusan di antara berperang serta luluh lantak atau berserah. Gubernur Suryo menghadapi kondisi gawat itu dengan kepala dingin.
Selanjutnya dia melangsungkan pembicaraan dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan figur warga lain. Pembicaraan itu berbuah hasil berbentuk penampikan pada peringatan Inggris.
Penampikan itu langsung dikatakannya dalam pidato di muka corong radio pada 9 November 1945 jam 23.00 WIB.
Peringatan itu dibalas oleh pidato pimpinan paling tinggi Jawa Timur Gubernur berisi ajakan ke Arek-Arek Surabaya untuk menantang pasukan sekutu serta menjaga kemerdekaan Indonesia.
Dalam rencana hari pahlawan nasional, berikut beberapa figur serta pahlawan yang terjebak dalam pertarungan 10 November 1945 yang dikumpulkan Rabu, (11/11/2020):
Sutomo atau yang dekat dipanggil Bung Tomo adalah pahlawan yang populer sebab fungsinya dalam menghidupkan semangat arek-arek Suroboyo untuk menantang penjajah Belanda lewat tentara NICA, yang usai dengan pertarungan 10 November 1945 serta sampai sekarang diperingati selaku Hari Pahlawan.
Pahlawan kelahiran Surabyaa, 3 Oktober 1920 ini sempat jadi seorang wartawan yang berhasil. Bung Tomo benar-benar diingat sebab seruan-seruan pembukaannya dalam tayangan radio yang sarat dengan semangat kemerdekaan. “Lebih bagus kita luluh lantak dibanding tidak merdeka. Semboyan kita masih merdeka atau mati!” adalah kalimat terpopuler yang sempat disampaikan oleh Bung Tomo.
Bung Tomo memperoleh gelar pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2008. Keputusan ini dikatakan oleh Menteri Komunikasi serta Informatika Kabinet Indonesia Berpadu, Muhammad Nuh pada 2 November 2008.
Sejauh ini kemungkinan nama Bung Tomo sama dengan pertarungan Surabaya. Tetapi, ada pula figur yang lain yang juga sangat penting yakni Gubernur Jawa Timur pertama yakni Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo atau disebutkan Gubernur Suryo.
Sejarahwan Kampus Airlangga, Adrian Gagah menjelaskan, Gubernur Soerjo atau Gubernur Suryo punyai peranan penting dalam pertarungan Surabaya. Namun, dia kalah populer dengan Bung Tomo.
“Menjadi yang mengumumkan jika Surabaya harus dipertahankan itu Gubernur Suryo selaku pimpinan paling tinggi republik di Jawa Timur. Bung Tomo sendiri secara sistematis tidak menggenggam kedudukan apa-apa,” tutur ia waktu dikontak Liputan6.com, melalui pesan singkat, Senin, 2 November 2020.
Pria kelahiran Magetan pada 9 Juli 1898 ini putra dari Raden Mas Wiryosumarto, seorang ajun beskal di Magetan.
Gubernur Suryo dipilih jadi Gubernur Jawa Timur pada 5 September 1945. Dia dipilih selaku Gubernur Jawa Timur menimbang bermacam profesi yang sudah dijabat di pada lingkungan karyawan pamong praja yang sudah beralih-pindah tempat. Dia sempat ditaruh di beberapa daerah di Jawa Timur.
Pemerintahan juga memasangkan Gubernur Suryo selaku pahlawan nasional pembela kemerdekaan yang tercantum pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 pada 17 November 1964.
Walau belum memperoleh gelar pahlawan, Mayjen Sungkono menggenggam fungsi penting dalam pertarungan Surabaya selaku Panglima Angkatan Perang Surabaya.
Mencuplik bermacam sumber, Dia berperanan ganda selaku pimpinan pertarungan yang berani. Serta membakar semangat beberapa pejuang sampai mereka tidak takut akan persenjataan komplet serta canggih punya tentara Inggris. Walau dengan cuman persenjataan minim hasil rampasan dari tentara Jepang. Beberapa pejuang di Surabaya sanggup membuat pasukan Inggris kerepotan.
Walau pertarungan Surabaya usai dengan kekalahan bila disaksikan dari kepenguasaan daerah, tapi kemenangan Indonesia berada di segi mentalitas perjuangan bangsa.
Beberapa daerah yang lain mengenali perjuangan Arek-arek Suroboyo yang tidak mengenal takut pada penjajah. Kobarkan semangat yang tidak dapat padam di beberapa wilayah di Indonesia. Beberapa pejuang Surabaya sudah menunjukkan di bawah desakan jenis apa saja, kemerdekaan ialah hal yang tidak dapat dikompromikan.
Pidato Bung Tomo, membakar semangat seluruh arek Surabaya untuk menjaga kemerdekaan, memulai tindakan teatrikal pertarungan heroik 10 November yang diadakan dalam serangkaian, acara parade Surabaya Juang 2019.